Senin, 14 April 2014

Analisis Kasus Kewarganegaraan Ganda Dilihat dari Perspektif UU No.12 Tahun 2006 (Studi Kasus 12 Relawan Indonesia Mendapatkan Kewarganegaraan Palestina)



Pendahuluan
Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara.[1]

Sejalan  dengan ini menurut Daryono Kewarganegaraan adalah isi pokok yang mencakup hak dan kewajiban warga Negara.Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus : Negara ) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga Negara.[2]
Dari beberapa pemahaman yang didapat diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kewarganegaraan merupakan sebuah tanda (identitas) yang menunjukan adanya suatu ikatan berupa hubungan hukum antara seorang warga negara (individu) dengan negara.Hubungan hukum tersebut kemudian menimbulkan akibat hukum yang berupa munculnya hak dan kewajiban konstitusional warga negara.

Adapun yang dimaksud dengan hak konstitusional menurut (constitutional right) menurut Prof. Jimly Asshiddiqie adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD 1945 (konstitusi).[3]Siapapun dia jika diakui secara sah sebagai warga negara secara yuridis memiliki hak konstitusional (constututional right) yang dijamin dalam konstitusi sebuah negara.Sebagai contoh hak-hak konstitusional adalah Misalnya, (i) hak yang tercantum dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap Warga Negara berhak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan”; (ii) Pasal 27 ayat (2) menyatakan, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (iii) Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dsb hak-hak yang diatur dalam konstitusi.

Jika kita berbicara mengenai hak kurang lengkap rasanya jika belum disertai dengan berbicara mengenai kewajiban.Oleh karena itu selain daripada mendapat hak konstitusional seorang warga negara juga mempunyai kewajiban konstitusional.Adapun yang dimaksud oleh kewajiban konstitusional adalah kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap warga negara yang diatur dalam UUD 1945 (konstitusi).Sebagai contoh misalnya (i) Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.(ii) Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kewajiban setiap orang untuk menghormati hak asasi manusia lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.(iii) kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23A UUD 1945 dsb kewajiban yang diatur dalam konstitusi.

Pada dasarnya arti penting kewarganegaraan terletak pada hak dan kewajiban konstitusionalnnya yang kemudian menjadi dasar bagi sebuah negara untuk memberikan perlindungan dan hak-hak nya kepada warga negaranya dan menjadi dasar juga bagi warga negara untuk melakukan sesuatu (kewajiban) negaranya.inilah kemudian yang menjadi pembeda antara seorang yang memiliki kewarganegaraan dan yang tidak memiliki kewarganegaraan , dimana seseorang yang tidak memilkik kewarganegaraan tidak akan pernah mendapat jaminan perlindungan dan hak dari negara manapun dan juga tidak memiliki kewajiban tertentu terhadap negara manapun.


Adapun yang kemudian menjadi persoalan adalah ketika ada seseorang yang memiliki lebih 2 kewarganegaraan (bipartride).Dwikewarganegaraan (bipartride) adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki 2 kewarganegaraan karena alasan-alasan tertentu, misalkan, karena merupakan anak hasil perkawinan campuran, atau karena lahir di negara asing sehingga mendapat kewarganegaraan.Dwikewaerganegaraan ini disebabkan karena sejumlah negara memiliki persyaratan kewarganegaraan yang berbeda dan tidak eksklusif.Ssebagai contoh misalnya seorang anak lahir dari pasangan yang merupakan warga negara dari negara A yang menganut asas ius sanguinis (kewarganegaraan berdasarkan keturunan) anaknya kemudian lahir di negara B yang berasaskan ius soli (kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran),maka secara otomatis si anak bisa berkewarganegaraan ganda.

Terkait dengan persoalan kewarganegaraan ganda ini terdapat suatu kasus menarik terkait dengan persoalan kewarganegaran ganda ini.Kasus ini bermula ketika 12 orang relawan indonesia mendapatkan kewarganegaraan palestina. Duabelas relawan Indonesia yang bergabung dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" mendapatkan kewarganegaraan Palestina sebagai bentuk apresiasi negara itu terhadap relawan yang mencoba menerobos blokade Gaza oleh Israel. Sementara Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo mengatakan, 12 relawan tersebut tetap mempunyai status kewarganegaraan Indonesia, meski ketika ia berada di Palestina juga mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.[4]

Dari kasus ini terlihat dari pernyataan Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, seolah-olah menyatakan bahwa 12 relawan tersebut boleh memiliki kewarganegaraan ganda (indonesia-palestina).Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah hal ini diperbolehkan dalam undang-undang kewarganegaraan indonesia.
Hal ini kemudian membuat penulis tertarik untuk membahas kasus ini dalam sebuah analisis singkat yang mencoba memaparkan tentang bolehkah sesorang memiliki kewarganegaran ganda dalam perspektif UU no. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan ? dan Bagaimana konsekuensi yuridisnya Jika 12 orang relawan indonesia itu menerima kewarganegaraan palestina ? .

Pembahasan Kasus
Kasus ini bermula ketika 12 orang relawan indonesia, yang tergabung dalam Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa), bergabung dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" ke gaza.Karena pemerintah palestina menanggap mereka telah berjasa dalam membantu rakyat palestina di gaza dalam menerobos blokade israel  dan  mengekspose kekejaman israel digaza, kemudian pemerintah palestina memberikan kewarganegaraan palestina kepada mereka sebagai apresiasi atas bantuan kemanusiaan yang mereka berikan.

Kemudian setelah mereka kembali ke indonesia, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo mengatakan, 12 relawan tersebut tetap mempunyai status kewarganegaraan Indonesia, meski ketika ia berada di Palestina juga mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo, seolah-olah mengiyakan bahwa di indonesia seseorang boleh untuk memiliki kewarganegaraan ganda.Namun apakah hal ini dibenarkan oleh hukum ? ini lah yang kemudian menjadi pertanyaan.
Jika kita melihat pada peraturan yang mengatur tentang kewarganegaraan , yakni diatur dalam UU No. 12 tahun 2006 memang indonesia salah satunya menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas.Adapun asas-asas yang dianut didalam UU no. 12 tahun 2006 adalah sbb :
  1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negaratempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anaksesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
  3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini[5]



Adapun mengenai kewarganegaraan ganda, diperbolehkan namun sifatnya terbatas hanya diberlakukan terhadap anak-anak, bukan orang dewasa.Hal ini terlihat dari beberapa pasal yang mengatur tentang kewarganegaraan ganda terbatas sbb :
  1. Pasal 4 huruf c, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  2. Pasal 4 huruf d, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
  3. Pasal 4 huruf h,anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayahWarga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuanitu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapanbelas)  tahun atau belum kawin;
  4. Pasal 4 huruf l ,anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga NegaraIndonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anaktersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
  5. Pasal 5 ayat (1) ,Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas)tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnyayang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
  6. Pasal 5 ayat (2) ,Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5(lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warganegara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetapdiakui sebagai Warga Negara Indonesia.
  7. Pasal 6 ayat (1) ,Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesiaterhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibatanak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.[6]
Dari pasal-pasal diatas terlihat bahwa pada dasarnya, UU No. 12 tahun 2006 hanya memberlakukan kewarganegaraan ganda yang sifatnya terbatas.Maksud dari terbatas disini adalah kewarganegaraan ganda ini hanya diberlakukan kepada anak-anak dan dalam jangka waktu yang terbatas yakni hanya sampai anak berumur 18 tahun dan setelah itu anak harus memilih salah satu kewarganegaraannya.Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraanganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride)

Jika kita melihat pada kasus 12 sukarelawan indonesia yang mendapatkan kewarganegraan palestina diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada mereka tidak berlaku kewarganegaraan ganda.
Secara yuridis jika mereka menerima kewarganegaraan palestina , maka mereka dapt dinyatakan telah kehilangan kewarganegaraan indonesia. Hal ini karena berdasarkan Pasal 23 huruf b UU No 12 tahun 2006 dinyatakan bahwa “Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jikayang bersangkutan: tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraanlain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.[7]
Sehingga konsekuensi yuridis yang diterima apabila mereka menerima kewarganegaraan palestina , mereka akan kehilangan kewarganegaraan indonesia.dan apabila mereka ingin kembali menjadi warga negara indonesia mereka harus terlebih dahulu melepaskan kewarganegaraan palestina dan harus melalui prosedur pewarganegaraan . Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU No. 12 tahun 2006, bahwa “Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22”[8]


Kesimpulan
Pada dasarnya aturan tentang kewarganegaran di indonesia yang diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide).Kewarganegaraan ganda hanya diperbolehkan secara terbatas untuk anak-anak sampai pada usia 18 tahun dimana setelah itu si anak wajib memilih kewarganegaraannya.
Dalam  kasus 12 relawan indonesia untuk palestina yang menerima kewarganegaraan palestina, dapat disimpulkan bahwa jika mereka menerima kewarganegaraan palestina maka konsekuensi yuridis yang akan mereka terima adalah dinyatakan kehilangan kewarganegaraan hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 23 huruf  b UU No. 12 tahun 2006 yang menyatakan bahwa “Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jikayang bersangkutan: tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraanlain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
Apabila  12 relawan tersebut ingin kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), maka mereka harus melepaskan kewarganegaraan palestina dan mengajukan pewarganegaraan indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 31 UU No. 12 tahun 2006 yang menyatakan bahwa “Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22”.



Daftar Referensi
UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Berserta Penjelasan








Lampiran Kasus.
12 Relawan Indonesia Dapat Kewarganegaraan Palestina
Selasa, 8 Juni 2010 17:19 WIB | 3712 Views
Jakarta (ANTARA News) - Duabelas relawan Indonesia yang bergabung dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" mendapatkan kewarganegaraan Palestina sebagai bentuk apresiasi negara itu terhadap relawan yang mencoba menerobos blokade Gaza oleh Israel.

"Pemerintah (Palestina) mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh para pahlawan kemanusiaan untuk mengekspose kekejaman Israel," kata Dubes Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi usai mendampingi lima sukarelawan Gaza bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden di Jakarta, Selasa.

Ia mengucapkan terima kasih pada para sukarelawan karena tanpa upaya mereka kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina tidak akan terungkap ke dunia internasional.

Sementara Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo mengatakan, 12 relawan tersebut tetap mempunyai status kewarganegaraan Indonesia, meski ketika ia berada di Palestina juga mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.

Pada Selasa sore, Presiden bertemu dengan lima WNI yang menjadi sukarelawan Gaza. Mereka adalah lima orang pertama yang kembali ke tanah air dari 12 WNI tersebut.

Kelima sukarelawan itu adalah Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa) Ferry Nur, Muhendri Muchtar, Hardjito Warno, Muhammad Yasin, dan Ocvianto Baharuddin.

Mereka bagian dari 12 WNI yang turut dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" ke Gaza, Mei. Kepulangan tujuh orang lainnya menurut Teguh masih diatur oleh Kementerian Luar Negeri.

Rombongan pembawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza itu disergap oleh militer Israel di laut internasional.

Insiden itu mengakibatkan sedikitnya sembilan sukarelawan meninggal dunia. Dunia mengecam keras aksi berdarah yang dilakukan Israel pada warga sipil itu.

(T.G003/S018)
Editor: Suryanto